Skip to main content

ANNEXES

Salam sobat blogger, tiba - tiba saja pengen membahas annex nih, mengingat kaan hari saya lihat banyak sekali yang membuang sampah ke laut. sekalian biar merefresh ingatan kita tentang annex dan marpol.
wokey, langsung saja,

ANNEXES :
a. Annex I : Regulasi pencegahan pencemaran oleh minyak  oli.
b. Annex II : Regulasi pengendalian pencemaran oleh zat cair berbahaya
c. Annex III : Pencegahan polusi dari zat berbahaya yang di angkut oleh kapal laut dalam bentuk paket.
d. Annex IV : Pencegahan pencemaran dari sewage / kotoran yang dibuang oleh kapal.
e. Annex V : Pencegahan pencemaran dari sampah – sampah buangan kapal.
f. Annex VI : Pencegahan pencemaran udara dari permesinan kapal.

Baik, sekarang kita coba bahas satu persatu, kia mulai dari annex I.

Annex I : Regulasi pencegahan pencemaran oleh minyak  oli.

Mulai diterapkan pada tanggal 2 Oktober 1983, penerapan  revisi pada tanggal 1 Januari 2007.

Pembuangan minyak operasianal dari kapal tanker diperbolehkan apabila beberapa kondisi berikut dapat dipenuhi :

  1. Total kuantitas minyak yang boleh di keluarkan oleh kapal tengker selama pelayaran  tidak melebihi 1/15.000 dari total kapasitas muat yang di bawa kapal tersebut.
  2. Rata – rata minyak yang dikeluarkan tidak melebihi 60 liter per mil perjalanan kapal tersebut.
  3. Minyak tidak boleh dibuang kurang dari jarak 50 mile laut dari bibir pantai terdekat.

Annex II : Regulasi pengendalian pencemaran oleh zat cair berbahaya.

Mulai diterapkan pada tanggal 6 April 1987, penerapan revisi pada tanggal 1 Januari 2007.

  • Annex II mendetilkan kriteria dan ukuran pembuangan untuk pengendali pencemaran zat cair berbahaya yang di angkut oleh kapal.
  • 250 subtansi telah dievaluasi dan dimasukkan dalam daftar  dan ditambahkan ke konvensi. Pembuangan dari residu/sisa minyak bisa diijinkan hanya ke fasilitas penyimpanan sesuai dengan  konsentrasi dan kondisi tertentu (bisa berubah-ubah sesuai dengan jenis zatnya).
  • Pada kasus lain, tidak boleh ada pembuangan residu yang mengandung zat cair berbahaya dibawah jarak 12 mile dari daratan terdekat. Larangan lebih ketat lagi diaplikasikan di area Baltik dan laut hitam.

Annex III : Pencegahan polusi dari zat berbahaya yang diangkut oleh kapal laut dalam bentuk paketan / tertutup.

Mulai diterapkan pada tanggal 1 July 1992.

  • Annex III berisi tentang persyaratan umum untuk menerbitkan suatu standar dalam packing, marking / penandaan, pelabelan, dokumentasi, penyimpanan barang / pergudangan, batasan kwantitas, perkecualian dan pemberitahuan untuk mencegah  polusi dari zat berbahaya.
  • International Maritime Dangerous Goods (IMDG) Code, sejak tahun 1991 sudah termasuk ke mrine pollution.

Amandemen Annex II


  • 4 katagori baru penggolongan sistem untuk zat cair berbahaya. Revisi annex diaplikasikan pada 1 Januari 2007. 4 katagori tersebut antara lain :
  1. Catagori X : zat cair berbahaya yang dikeluarkan / dibuang ke lautan saat pembersihan tangki atau pembuangan ballas, kegiatan tersebut dianggap sebagai sumber polusi bagi lautan dan kesehatan manusia dan oleh karena itu, memberikan alasan untuk melarang pembuanga ke lingkungan laut.
  2. Catagori Y : zat cair berbahaya yang dikeluarkan / dibuang ke lautan saat pembersihan tangki atau pembuangan ballas, kegiatan tersebut dianggap sebagai sumber polusi bagi lautan dan kesehatan manusia atau menyebabkan ancaman bagi  mereka yang menggunakan keanekaragaman laut, oleh sebab itu dibenarkan apabila pembatasan kualitas dan kuantitas pembuangan kelautan.
  3. Catagori Z : zat cair berbahaya yang dikeluarkan / dibuang ke lautan saat pembersihan tangki atau pembuangan ballas, kegiatan tersebut dianggap sebagai sumber polusi minor bagi lautan dan kesehatan manusia  dan oleh sebab itu batasan dalam kualitas dan kuantitas pembuangan ke lautan dibenarkan.
  4. Subtansi / zat-zat lain : merupakan subtansi yang sudah dievaluasi dan yang tidak termasuk kategori X, Y atau Z karena zat tersebut tidak menyebabkan ancaman yg serius bagi lingkkungan laut, dan kesehatan manusia ketika dibuang langsung ke laut saat pembersihan tangki maupun pembuangan ballast. Pembuangan bilga, ballast maupun residu  yang mengandung subtansi ini tidak masuk di persyaratan MARPOL ANNEX II.

Annex IV : Pencegahan pencemaran dari sewage / kotoran yang dibuang oleh kapal.

Mulai diberlakukan sejak 27 September 2003.
Annex IV berisi tentang persyaratan untuk mengontrol polusi/pencemaran  laut yang disebabkan oleh sewage yang dibuang ke laut. Revisi annex IV mulai diberlakukan pada tahu 2004.

Annex V : Pencegahan pencemaran dari sampah – sampah buangan kapal.

Mulai diberlakukan sejak 31 Desember 1988.

Hal ini berkaitan dengan berbagai jenis sampah dan menentukan jarak dari daratan dan cara di mana mereka dapat dibuang ke laut. Persyaratan yang lebih ketat disejumlah "daerah khusus" tapi mungkin peraturan yang paling penting dari Annex adalah larangan dikenakan pada pembuangan ke laut dari segala bentuk plastik.

Annex VI : Pencegahan pencemaran udara dari permesinan kapal.

Diadopsi September 1997

  • Berlakunya: 19 Mei 2005
  • Peraturan dalam Annex VI ini mengatur mengenai batas oksida sulfur (Sox) dan nitrogen oksida (Nox) yang terkandung dalam emisi dari gas buang mesin kapal dan melarang emisi yang mengandung zat yang merusak ozon.



AMANDEMEN ANNEX VI
Lampiran VI terdiri dari tiga bab dan sejumlah Lampiran:
• Bab 1 - General
• Bab II - Survey, Sertifikasi dan Sarana Kontrol
• Bab III - Persyaratan untuk Pengendalian Emisi dari Kapal

Lampiran tersebut termasuk bentuk Sertifikat Internasional Pencegahan Polusi Udara; kriteria dan prosedur penunjukan daerah kontrol  emisi yang SOx; informasi untuk dimasukkan dalam catatan pengiriman bunker; persetujuan dan operasi batas insinerator kapal; siklus uji dan faktor pembobotan untuk verifikasi kesesuaian mesin diesel  marine  dengan batas NOx; dan rincian survei dan inspeksi harus dilakukan.



Pelaksanaan
• Pelanggaran atas Konvensi  MARPOL 73/78 dalam yurisdiksi Pihak manapun pada Konvensi dapat dijatuhi hukuman, baik berdasarkan hukum Pihak itu sendiri maupun di bawah hukum Negara bendera itu sendiri. Dalam hal ini, istilah "yurisdiksi" dalam Konvensi harus dianggap dengan mengingat hukum internasional yang berlaku pada saat Konvensi diterapkan atau ditafsirkan.
• Dengan pengecualian kapal yang sangat kecil, kapal yang melakukan pelayaran internasional harus membawa sertifikat internasional yang valid yang dapat diterima di pelabuhan asing sebagai bukti  prima facie bahwa kapal sudah sesuai dengan persyaratan dari Konvensi.
• Namun, jika ada alasan yang kuat bahwa kondisi kapal atau peralatan yang tidak sesuai dengan data perincian dari sertifikat yang ada, atau jika kapal tidak membawa sertifikat yang sah, otoritas berhak melaksanakan pemeriksaan dan dapat menahan kapal sampai yakin kapal dapat melaut meski tanpa menyajikan data tidak masuk akal yang mengancam dan berisiko timbulnya bahaya pada lingkungan laut.

Comments

Popular posts from this blog

Istilah NPS - DN dan Outside Diameter Pada Pipa

Sudah lama tidak posting, karena kesibukan dan kemalasan yang mendera. Baik kali ini akan coba kita bahas mengenai kode – kode pipa, saat kita akan mendesign atau membaca gambar pipa system, sering kali kita menjumpai kode NPS atau DN. Apa seeh maksudnya kode – kode ini dan apa kegunaannya akan coba kita bahas di sini. NPS (Nominal Pipe Size) & DN (Nominal Diameter) Dari standard ASME B16.5 Paragraf.1.9.2 ukuran NPS, diikuti oleh nomer tanpa dimensi (dimensionless) menunjukkan ukuran nominal flange atau sambungan (fitting) flange. NPS berhubungan dengan istilah nominal diameter (DN), yang digunakan sebagai satuan internasional (SI unit). Hubungannya seperti dibawah ini: NPS DN ½ 15 ¾ 20 1 25 1 ¼ 32 1 ½ 40 2 50 2 ½ 65 3 80 4 100 5 125 6 150 8 200 Untuk NPS ≥ 4, adalah kelipatan 25 Catatan

Sistem Kontruksi Kapal

Sistem Kontruksi Kapal Sistem kerangka/konstruksi kapal (framing system) dibedakan dalam dua jenis utama; yaitu sistem kerangka melintang (transverse framing system) dan sistem membujur atau memanjang (longitudinal framing system). Dari kedua sistem utama ini maka dikenal pula system kombinasi (combination/mixed framing system). Suatu kapal dapat seluruhnya dibuat dengan sistem melintang, atau hanya bagian-bagian tertentu saja (misalnya kamar mesin dan/atau cerukceruk) yang dibuat dengan sistem melintang sedangkan bagian utamanya dengan sistem membujur atau kombinasi; atau seluruhnya dibuat dengan sistem membujur. Pemilihan jenis sistem untuk suatu kapal sangat ditentukan oleh ukuran kapal (dalam hal ini panjangnya sehubungan dengan kebutuhan akan kekuatan memanjang), jenis/fungsi kapal menjadikan dasar pertimbangan-pertimbangan lainnya.. Untuk mengenali apakah suatu kapal, atau bagian dari badan kapal dibuat dengan sistem melintang atau membujur dapat dilihat pada panelp

Pengertian Dasar DWT, PAYLOAD dan GRT

Load Lines Load Line merupakan istilah formal yang diberikan untuk menandai bagian dari midship kapal pada kedua sisi dari kapal tersebut untuk menunjukkan batas sarat kapal ketika kapal bermuatan. Pembatasan sarat ini didapat dengan pengukuran dari dek kedap cuaca (normalnya dek freeboard) sampai pada tanda garis muat midship. Jarak ini disebut juga dengan “Freeboard” (lambung timbul) pada kapal. a. Design Draft Design Draft merupakan tinggi sarat air pada suatu kapal. Yaitu jarak dari dasar kapal sampai garis air muat (water line). b. Displacement Adalah jumlah volume air yang dipindahkan oleh berat suatu benda yang berada dalam air (tenggelam). Secara garis besa r, displacement adalah bobot mati dari sebuah kapal (berat konstruksi baja, outfitting dan machinery) ditambah dengan persediaan bahan bakar dan muatan dalam kapal (termasuk crew dan akomodasinya). c. Class Notation Dalam jangkauan klasifikasi, ciri-ciri lambung, mesin dan perlengkapan j